BAB I
PENDAHULUAN
Guru
merupakan salah satu kerja (profesion) sebagaimana halnya dengan kerja-kerja
yang lain dalam masyarakat seperti akuntan, Dokter, konseling, kejuruteraan,
perniagaan dan lain-lain sebagainya. Sebagai sebuah kerja keguruan, ia tunduk kepada
pelbagai syarat yang dikenakan kepada kerja-kerja yang lain seperti kode etika
dan sebagainya. Kedua kode etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama
oleh ahli-ahli yang mengamalkan kerja tertentu seperti akuntan, Dokter,
konseling dan sebagainya. Ketiga, nilai-nilai yang menyertai setiap kerja itu
seperti memberi perkhidmatan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan dan
sebagainya. Ini semua adalah nilai. Keempat pengamalan, memang semua kerja
mementingkan amalan. Sebab setiap pemegang kerja itu dipanggil pengamal
(practitioner) dalam bidang tertentu seperti akuntan, Dokter, konseling dan
lain-lain. Tetapi sebelum sampai kepada amalan, nilai-nilai kerja itu harus
dihayati (intemalized) lebih dahulu, ini yang membawa kita kepada aspek
terakhir pada makalah, yaitu penghayatan. Kelima penghayatan, yaitu penghayatan
nilai-nilai. Kalau ilmu seperti matematika, pengobatan dan lain-lain
dipelajari, maka nilai-nilai seperti keikhlasan, kejujuran, dedikasi dan
lain-lain itu dihayati.
Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka
panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan
menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak
menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang
paling maju mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian
banyak unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan
itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian
mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara
yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk
masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian
pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan
anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru
mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada
umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki
terhadap pembinaan kepribadian peserta didik.
Dalam
makalah ini akan dipaparkan pengertian profesi dan ciri-cirinya berikut
syarat-syarat profesi secara umum. Etika profesi keguruan (pengertian,urgensi
dan ruang lingkup mempelajarinya) Dan
yang terakhir, kesimpulan pembahasan yang telah dipaparkan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Profesi Keguruan
Apakah etika, dan apakah
etika profesi itu ? Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993),
etika didefinisikan sebagai “the
discpline which can act as the performance index or reference for our control
system”.
Dalam pergaulan hidup
bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di
perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.
Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan
mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari
kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan
ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli berikut ini :
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
- ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
- ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
- ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
- ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a)
Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap
manusia terhadap dirinya sendiri.
b)
Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap
dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan
bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain
dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota
umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan
manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat,
negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi
maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian, etika
akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam
bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang ibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common
sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian etika
adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari
dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi)
itu sendiri. Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari
dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi
dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini
jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di
sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan kehlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah
disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa
yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan
pencarian nafkah biasa (okupasi) yang
sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan
berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas
diberikan kepada para elite profesional ini.
B. Pengertian
Profesi dan ciri-cirinya
- Pengertian profesi
Secara
estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau
bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan
mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi,
profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi
pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan
pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan
pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar
pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.[1]
Profesi
Keguruan, Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan,
dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta
standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata
lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
memperoleh pekerjaan lain.
Profesi
adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut
keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang
tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan
untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.[2]
Dengan
demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang
diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan
disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam
melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem
bedakannya dengan kerja biasa (occupation)
yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi
Dua pendekatan untuk mejelaskan pengertian profesi:
1)
Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok
lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan
dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari Manusia, di
dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi,
hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan
hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh
kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
2)
Pendekatan Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara
tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara
profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan
lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional. Karena pandangan
lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan
tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan
menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak
penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
a) Sebuah
profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.
Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai
contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi
seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di
berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki
profesi.
b) Pelatihan
tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu,
tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan,
engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada
pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja
komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan karakteristik
profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut
bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam.
Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
c) Tenaga
yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata
lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada
kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek
memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut
tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan catur, misalnya.
Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri
tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis
kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada
masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi
enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan
modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis
dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan
pelatihan intelektual yang ekstensif.’[3]
Menurut
Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang
sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
a. Melayani
masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.
b. Memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.
c. Menggunakan
hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
d. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang
panjang
e. Terkendali
berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan yang masuk
f. Otonomi
dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
g. Menerima
tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan
yang gerhubungan denan layanan yang diberikan
h. Mempunyai
komitmen terhadap jabatan dan klien
i.
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya
relatif bebas dari supervisi dalam jabatan
j.
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi
sendiri
k. Mempunyai
asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya
l.
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang
meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan.
m. Mempunyai
kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kpercayaan diri setiap anggotanya
mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi
Pada
sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur berdasarkan intelektual.
Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer dan Mills (1966), Mc Cully
(1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala, 2000:195-196), mereka sama-sama
mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh
melalui study dan training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang
bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi
oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat imbalan
berupa bayaran, upah, dan gaji (payment).[4]
- Syarat-syarat Profesi
Berdasarkan pengertian dan
cirri-ciri profesi yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditarik beberapa
hal yang menjadi syarat-syarat Profesi seperti;
1.
Standar unjuk kerja.
2.
Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku
profesi tersebut dengan standar kualitas.
3.
Akademik yang bertanggung jawab.
4.
Organisasi profesi.
5.
Etika dan kode etik profesi.
6.
Sistem imbalan.
7.
Pengakuan masyarakat.
C. Profesi Guru Dan Syarat-Syaratnya
1. profesi
keguruan
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih
atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan
(vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga
hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama
sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan
dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang
tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh
profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi,
dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang sarjana pendidikan atau
sarjana lainnya yang bertugas di institusi pendidikan dapat mengajar mata
pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/ kekosongan/ kekurangan guru mata
pelajaran di sekolah itu, cukup dengan “surat tugas” dari kepala sekolah.[5]
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun
ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun
sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat
diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru,
adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional
guru (SK Menpan No. 26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi
karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi
seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru.
Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan
calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini
LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan
profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan
peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang
semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada
sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk
menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas
para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru
di Indonesia,
kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).
2. Syarat-syarat
profesi keguruan
Adapun syarat-syarat Profesi Keguruan adalah
sebagai berikut;
a. Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual.
b. Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c. Jabatan
yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan latihan umum belaka).
d. Jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
e. Jabatan
yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan
yang menentukan baku
(standarnya) sendiri.
g. Jabatan
yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
h. Jabatan
yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
D. Ruang Lingkup Profesi Keguruan
Ruang
lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1)
layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan
bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara
optimal.
Ruang
lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus
pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan
profesional. Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung
terhadap pelaksanaan tugas guru.
Beberapa
kompetensi kepribadian guru antara lain sebagai berikut.
a.
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
b.
Percaya kepada diri sendiri.
c.
Tenggang rasa dan toleran.
d.
Bersikap terbuka dan demokratis.
e.
Sabar dalam menjalani profesi keguruannya.
f.
Mengembangkan diri bagi kemajuan profesinya.
g.
Memahami tujuan pendidikan.
h.
Mampu menjalin hubungan insani.
i.
Memahami kelebihan dan kekurangan diri.
j.
Kreatif dan inovatif dalam berkarya.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jabatan guru
merupakan jabatan Profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya
harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain
bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu
yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan
dalam jabatan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan
yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai
organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru
belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di
tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk
ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan
organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto, Raflis Kosasi, 1999, “Profesi
Keguruan”, Cetakan ke I, Jakarta,
Penerbit Rineka CiptaSuharsimi Arikunto, 1980 “Pengelolaan Kelas dan Siswa”, Cetakan ke II, Jakarta : Penerbit Rajawali.
Suharsimi Arikunto, 1993, “Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi”, Cetakan ke II, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
[1] http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/
[2] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/konsep-profesi-keguruan
[3] http://erwadi.polinpdg.ac.id
[4] http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/
[5] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/konsep-profesi-keguruan
[6]http://id.shvoong.com/books/dictionary/1968827-profesi-keguruan/#ixzz1zYBwy9x0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar