Senin, 09 Juli 2012

Paradigma pengembangan Management Pendidikan islam

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1).[1] Mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
  
BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan).[2] Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).[3]
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
B. Paradigma Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam
Untuk memahami pendidikan Islam tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat sepotong apa yang ditemukan dalam realitas penyelenggaraan pendidikan Islam, tapi mesti melihatnya dari sistem nilai yang menjadi landasan paradigmanya. Hasan Langgulung menyatakan sangat keliru jika mengkaji pendidikan Islam hanya dari lembaga-lembaga pendidikan yang muncul dalam sejarah Islam, dari kurikulum, apalagi hanya dari metode mengajar, dan melepaskan masalah idiologi Islam. Idiologi atau paradigma pendidikan Islam merupakan gambaran utuh tentang ketuhanan, alam semesta, dan tentang manusia yang dikaitkan dengan semua teori pendidikan Islam sehingga semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Sehingga diperlukan suatu paya untuk menegaskan kembali paradigma yang diperlukan untuk mengembangkan pendidikan Islam.
Dalam pelaksanaan pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dengan anak didik melibatkan faktor-faktor pendidikan guna mencapai tujuan tujuan pendidikan dengan didasari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu itulah kemudian disebut sebagai dasar paradigma pendidikan. Istilah dasar paradigma pendidikan dimaksudkan sebagai landasan tempet berpijak atau pondasi berdirinya suatu sistem pendidikan.
Dasar paradigma pendidikan Islam identik dengan dasar Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-quran dan al-Hadis. Dari kedua sumber inilah kemudian muncul sejumlah pemikiran mengenai masalah umat Islam yang meliputi berbagai aspek, termasuk di antaranya masalah pendidikan Islam. (Muhaimin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan pemikirannya). Sebagai dasar pendidikan Islam Al-Quran dan Al-Hadis adalah rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan teknik pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir (1994) menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi. Karena fungsi pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat. Dalam lintasan sejarah peradapan Islam peran pendidikan ini benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab hingga Eropa Timur. Untuk itu adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik erupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam tidak lepas dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa itu.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara tiba-tiba, spontan atau mendadak. Kesadaran ini muncul dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa Rasul Muhammad) Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya hadis yang menjelaskan tentang urgrnsi dan keutamaan ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan.
Setelah Muhammad wafat, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi darah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M. Namun cikal bakal pendidikan Islam dalam sebuah institusi baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab (Nasr,1994).
Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar bin Khatab mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber bagi masyarakat Islam di wilayah tersebut. Mereka biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada Umat Islam melalui khalaqoh-khalaqoh majlis khusus untuk mempelajari agama dan mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat.
Istitusi pendidikan Islam yang modern baru muncul pada akhir abad X M. Dengan didirikannya perguruan (universitas) Al-Azhar di Kairo. Selain dilengkapi oleh perpustakaan dan laboratorium juga sudah diberlakukan kurikulum pengajaran yang berisi disiplin-disiplin ilmu yang harus diajarkan kepada peserta didik. Kurikulum yang diajarkan adalah kurikulum yang berimbang. Makdunya selain ilmu-ilmu agama juga diajarkan ilmu-ilmu akal sepertilogika, kedokteran, geografi, matematika dsb.
Istitusi pendidikan Islam yang ideal pada masa itu yang lainnya adalah madrasah Nizamiyah. Perguruan ini sudah menggunakan sistem sekolah. Arinya telah ditentukan waktu penerimaan siswa, tes kenaikan, ujian akhir sekolah, pengelolaan dana sendiri, kelengkapan fasilitas, perekrutan tenaga pengajar yang selektif, dan pemberian bea siswa untuk siswa berprestasi.
Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas yang tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan istana pun terbuka untuk umum. (Ahmad Warid Khan Okt 1998). Namun setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran. Paradigma pendidikan Islam pun mengalami perubahan besar dari sebuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada.
Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri anak didik agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas,1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimak. Pada kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik. Namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemundurun.
Dari gambaran kejayaan dunia pendidikan Islam terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam dari pasif-defensif menjadi aktif-progre intelektual senantiasa dilandasi oleh, Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifatas pendidikan di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama, di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas adalah upaya menegakan agama dan mencari ridlo Allah. Kedua, adanya perimbangan antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan adalah kecenderungan untuk lebih menitikberatkan pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non agama dalam dunia Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat.
Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal. Karena selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan, minimal membuka kembali sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang tentunya akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Keempat, Mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi dapat diaplikasikan dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu manghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan zaman dan peka terhadap lingkungan.
Kelima, Adanya perhatian dan dukungan dari para pemimpin (pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah akan mempercepat penemuan kembali peradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat.
C. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu :
Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka kami (kelompok 1) akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.
1.      Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
a)      Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
b)      Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
c)      Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai
d)     Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
e)      Kemampuan organisatoris penanggung jaawab operasional.

Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
2.      Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.[4]
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.[5]
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat difahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3.      Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
4.      Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.[6]
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:[7] pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
  
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Banyak sekali para ulama di bidang manajemen yang menyebutkan tentang fungsi-fungsi manajemen diantaranya adalah Mahdi bin Ibrahim, dia mengatakan bahwa fungsi manajemen itu di antaranya adalah Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Bila Para Manajer dalam pendidikan Islam telah bisa melaksanakan tugasnya dengan tepat seuai dengan fungsi manajemen di atas, terhindar dari semua ungkupan sumir yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam dikelola dengan manajemen yang asal-asalan tanpa tujuan yang tepat. Maka tidak akan ada lagi lembaga pendidikan Islam yang ketinggalan Zaman, tidak teroganisir dengan rapi, dan tidak memiliki sisten kontrol yang sesuai.


 DAFTAR PUSTAKA


Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003
George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
.Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003


[1] Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
[2]    Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
[3] Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
    UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
[4]    George R Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
[5]    Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
[6] Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
[7]    Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008

1 komentar:

  1. The Eight-Wheel Classic - TITIAN Arts
    The eight-wheel classic bicycle is available in six titanium earrings sizes. The Bicycle 바카라 사이트 Wheel https://septcasino.com/review/merit-casino/ is a classic bicycle made in USA, but there https://octcasino.com/ are https://deccasino.com/review/merit-casino/ three variations in

    BalasHapus