Sabtu, 21 Juli 2012

Poligamai Dalam Pandangan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poligami merupakan suatu tindakan yang saat ini masih menjadi pro kontra di masyarakat.  Hal ini dikarenakana perbedaan pendapat / pandangan masyarakat. Masih banyak yang menganggap poligami adalah suatu perbuatan negatif.
Hal ini terjadi karena poligami dianggap menyakiti kaum wanita dan  hanya menguntungkan bagi kaum pria saja. Di indonesia sendiri, masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara rinci boleh tidaknya poligami dilakukan.
Tujuan hidup keluarga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Polligami yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi hilang. Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena mereka beranggapan tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang suami.
Pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan, karena harus berbagi dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi dengan perekonomian keluarga yang tidak memungkinkan poligami.
Berdasarkan uraian itulah saya memilih judul “ Poligami Menurut Pandangan islam untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang permasalahan poligami yang masih menjadi pro kontra masyarakat.
B. Pembatasan Masalah
Menjaga terbatasnya waktu dalam plenulisan karya ilmiah ini, saya hanya membatasi pembahasan- pembahasan poligami menurut Pandangan Agama Islam.
C. Tujuan Pembatasan Masalah
Untuk mengetahui pandangan islam tentang poligami yang masih menjadi pro konra di masyarakat.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris group marriage:, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligami merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini).
Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 4:3).





Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat aturan poligini untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum.
Tunisia adalah contoh negara arab dimana poligini tidak diperbolehkan. Menurut Gustave Le Bon, di Eropa tidak ada praktik atau tradisi timur yang dikritik dengan begitu sengitnya selain poligami.
B. Poligami Menurut Pandangan Islam
Poligami merupakan salah satu isu yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali feminis islam. Poligami adalah isyarat islam yang merupakan sunah Rasulullah SAW tentunya dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para isteri.Sebagai mana pada ayat yang artiya :
 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yangkamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat daripada tidak berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa ayat ke-3)
 “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalau cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS.An-Nisa ayat 129)
Selain itu, tidak adanya ayat Al-Quran dan sunah Rasulullah yang menggambarkan diperbolehkan atau dilarangnya poligami. Sesungguhnya poligami yang diatur dalam islam tidak memperbolehkan bagi laki-laki untuk berhubungan dengan wanita yang ia sukai diluar pernikahan.
Poligami merupakan sistem yang manusiawi, karena dapat meringankan beban masyarakat yaitu dengan melindungi wanita yang tidak bersuami dan menempatkannya ke shaf para isteri yang terpelihara dan terjaga.
C. Pengertian Poligami Menurut Para Ulama
Banyak ulama yang angkat bicara soal poligami, dari pernyataan dan komentar-komentar yang disampaikannya, diharapkan dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi saya, sekaligus menambah wawasan saya tentang fenomena poligami dan realita yang terjadi di masyarakat. Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah,
“Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang ditimbulkannya.”
Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan penelantaran anak-anak.
Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.”
Hal senada disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.” Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”
Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama, “Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.”
Pendapat yang sama, juga disampaikan oleh Prof. Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan, bahwa poligami sesuai dengan syariat islam. Menurutnya, hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak istri untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, yaitu ketika sang suami berbuat semena-mena terhadap istrinya. Yang jelas istri memperbolehkan suami dengan syarat adil. Syarat ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau suami tidak berlaku adil kepada istri-istrinya, berarti dia tidak mu’asyarah bil ma’ruf (bergaul dengan baik) kepada mereka.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan, “Pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh barat pada hari ini dengan segala bentuk perzinaan yang mereka lakukan, tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga, meski tidak dalam bentuk formal. Atau dengan kata lain, poligami liar.”
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.
1.       Faktor- Faktor Biologis
a.       Istri yang Sakit
Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih poligami dari pada energi ke tempat–tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur
b.  Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
c.  Rutinitas Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.
d.   Masa Subur Kaum Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui banyak menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia tersebut pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.
2.         Faktor Internal Rumah Tangga
Menurut buku ‘Hitam Putih Poligami’, terdapat beberapa faktor internal rumahtangga yang mendorong suami untuk berpoligami.
a.  Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan , baik kemandulan yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya.
b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas , tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.maka pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih baik,bisa saja terjadi.dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan berbahagia,karena akan ada wanita lainyang membantunya memecahkan persoalan rumah tangganya,tanpa akan kehilangan cinta dan kasih saying suaminya.
c. Kepribadian yang Buruk
Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.
3.      Faktor  Sosial
a.  Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia siap nikah.
b.  Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Jika saya mencoba melakukan survei pada masalah kesiapan menikah, pasti para wanita akan lebih banyak jumlahnya daripada jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di daerah-daerah tertentu, wanita usia 14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan wanita yang usianya 20 tahun merasa sudah terlambat menikah. Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.
c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya jumlah peremuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda.lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi,memberi perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya,jika mereka terus menjanda?solusinya tida lain,kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka,atau duda,atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri.itulah solusi yang lebih mulia,halal dan baradab.
d. Lingkungan dan Tradisi
Lingkungan tempat saya hidup dan beraktivitas sangat besar pengaruhnya dalam mempentuk karakter dan sikap hidup seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.
Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
e.  Kemapanan Ekonomi
Inilah salah satu motivator poligami yang paling sering saya dapati pada kehidupan modern sekarang ini. Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
4.      Dampak Negatif Poligami  Terhadap Kehidupan Rumah Tangga
Dampak poligami terhadap kehidupan rumah tangga antara lain :
a.       Ketidakharmonisan hubungan anggota keluarga.
b.      Sering timbul permasalahan atau percek-cokan.
c.       Tidak adanya rasa saling pecaya.
d.      Tidak adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan isteri.
e.       Kemungkinan dapat menyebabkan perceraian.
5.      Dampak yang Umum Terjadi Terhadap Istri
Menurut buku ‘Agar Suami Tak Berpoligami’, dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi para istri yang suaminya berpoligami adalah,
Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
Dampak ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.  Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.
Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
6.      Dampak Negatif Poligami Terhadap Anak
Poligami tidak hanya berdampak negative terhadap kehidupan rumah tangga dan isteri,namun poligami juga berdampak negative terhadap anak,antara lain:
a.       Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
b.      Anak menjadi frustasi melihat keadaan orang tuanya.
c.       Anak mendapat tekanan mental.
d.      Adanya rasa benci kepada sang ayah.
e.       Dicemooh oleh teman-temannya.
f.       Anak tidak betah di rumah.
g.      Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang tidak baik.
h.      Anak mengikuti pergaulan yang negative.
i.        Anak tidak semangat belajar.
j.        Anak menjadi beranggapan negative terhadap orang tua.
E. Syarat Diperbolehkannya Poligami
Syarat yang dituntut Islam dari seotrang muslim yang akan melakukan poligami adalah keyakinan dirinya bahwa ia bisa berlaku adil di antara dua istri atau istri-istrinya dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian , dan nafkah. Barang siapa kurang yakin akan kemampuannya memenuhi hak-hak tersebut dengan seadil-adilny, haramlah baginya menikah dengan lebih dari satu perempuan. Allah SWT berfirman :

 “ Lalu jika kalian khawatir tidak bisa adil, cukuplah satu saja.” (An- Nisa : 3)
Beliau SWT juga bersabda,
“ Barang siapa mempunyai dua istri, sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara keduanya, maka pada hari kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu belahan tubuhnya yang terjatuh atau miring.”
Miring yang diperingatkan dalam hadist ini adalah ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan sekedar kecenderungan hati, karena yang disebut terakhir  ini termasuk hal yang susah dipenuhi, bahkan dimaklumi dan dimaafkan Allah Swt.
Menurut beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka telah menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenamya ialah monogami. Terdapat ayat yang mengandungi ugutan serta peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-tempat yang tidak wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhuatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang diperbolehkan kerana hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realiti keadaan masyarakat. Ini bererti ia tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam, demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.
Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;
1.         Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;


“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisak ayat 3)
 Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.
2.         Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah maupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;

“Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu.” (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
 Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa’i)

Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.
 F. Disyaratkan pula berlaku adil,
Sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
   “Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisa ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.
Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri saja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh karena itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
1)      Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
2)      Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
   “Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)

3)      Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahwa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
4)      Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
5)      Adil dalam giliran,
 Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan ‘hubungan seks’ dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;

  “Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahwa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir.” (Al-Qur’an, Surah ar-Ruum ayat 21)
 G. Hikmah  Diperbolehkannya Poligami
Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya ia menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, ia juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia. Ia tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain. Ia telah mengukurkebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul, berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding dengan jumlah laki-laki:
1.      Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
2.      Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang diharamkan.
3.      Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku baik.
Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi terbaik terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam,
Kesimpulan :
Dari data-data yang saya peroleh, baik dari buku, internet serta dari teman-teman yang saya mintai pendapat, Saya dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya poligami diperbolehkan oleh agama apabila tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang. Namun masyarakat masih beranggapan negatif kepada orang-orang yang berpoligami. Hal ini terjadi karena masalah poligami masih tabu di masyarakat.
Saran :
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih.
Nabi bersabda, “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim)

 DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, Yusuf.2007.Halal Haram Dalam Islam.Surakarta:Era Intermedia.
Abdillah, Abu Azzam.2007.Agar Suami Tak Berpoligami.Bandung: Ikomatuddin Press.
Aydi, Hasan.2007.Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan.Bandung: Alfa Beta.
Faqih, Khoyin Abu.2007.Poligami Solusi atau Masalah.Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat.
Gusmaian,Islah.2007.Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami.Jogjakarta:Putaka Marwa.
Hathaut, Hasan.2007.Panduan Seks Islami.Jakarta:Zahra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar