BAB I
PENDAHULUAN
Poligami
merupakan suatu tindakan yang saat ini masih menjadi pro kontra di
masyarakat. Hal ini dikarenakana perbedaan pendapat / pandangan
masyarakat. Masih banyak yang menganggap poligami adalah suatu perbuatan negatif.
Hal ini
terjadi karena poligami dianggap menyakiti kaum wanita dan hanya menguntungkan bagi kaum pria saja. Di indonesia
sendiri, masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara rinci boleh
tidaknya poligami dilakukan.
Tujuan hidup
keluarga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan
adanya Polligami yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat
menjadi hilang. Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya
karena mereka beranggapan tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang
suami.
Pandangan
masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak
setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan,
karena harus berbagi dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi dengan perekonomian
keluarga yang tidak memungkinkan poligami.
Berdasarkan
uraian itulah saya memilih judul “ Poligami Menurut Pandangan islam untuk
mengetahui lebih jauh lagi tentang permasalahan poligami yang masih menjadi pro
kontra masyarakat.
B. Pembatasan Masalah
Menjaga
terbatasnya waktu dalam plenulisan karya ilmiah ini, saya hanya membatasi
pembahasan- pembahasan poligami menurut Pandangan Agama Islam.
C. Tujuan Pembatasan Masalah
Untuk mengetahui pandangan islam
tentang poligami yang masih menjadi pro konra di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Poligami
Dalam
antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari
satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus
pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya
satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat
tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang pria memiliki beberapa istri
sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan
pernikahan kelompok (bahasa Inggris group
marriage:, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiga bentuk poligami
tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligami merupakan bentuk yang paling
umum terjadi.
Walaupun
diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian
kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap
poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.Islam pada dasarnya
memperbolehkan seorang pria beristri lebih dari satu (poligini).
Islam
memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat
sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 4:3).
Poligini
dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di
tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri
terdapat hukum yang memperketat aturan poligini untuk pegawai negeri, dan
sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum.
Poligami
merupakan salah satu isu yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali
feminis islam. Poligami adalah isyarat islam yang merupakan sunah Rasulullah
SAW tentunya dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara
para isteri.Sebagai mana pada ayat yang artiya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yangkamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat daripada
tidak berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa ayat ke-3)
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalau cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS.An-Nisa ayat 129)
Selain itu,
tidak adanya ayat Al-Quran dan sunah Rasulullah yang menggambarkan diperbolehkan
atau dilarangnya poligami. Sesungguhnya poligami yang diatur dalam islam tidak
memperbolehkan bagi laki-laki untuk berhubungan dengan wanita yang ia sukai
diluar pernikahan.
Poligami
merupakan sistem yang manusiawi, karena dapat meringankan beban masyarakat
yaitu dengan melindungi wanita yang tidak bersuami dan menempatkannya ke shaf
para isteri yang terpelihara dan terjaga.
C. Pengertian Poligami Menurut Para Ulama
Banyak ulama
yang angkat bicara soal poligami, dari pernyataan dan komentar-komentar yang
disampaikannya, diharapkan dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi saya,
sekaligus menambah wawasan saya tentang fenomena poligami dan realita yang
terjadi di masyarakat. Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia ,
MA , dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah,
“Poligami itu haram
lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang
ditimbulkannya.”
Ia juga
mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat
telah menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat
besar. Begitu juga dengan tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
keretakan rumahtangga dan penelantaran anak-anak.
Prof. Dr.
Quraish Shihab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam
pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.”
Hal senada
disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya
sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang
membutuhkannya.” Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami
atau monogamy adalah sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia,
keduanya tak perlu dikontradiksikan.”
Dr. KH.
Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama,
“Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat
dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia.
Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan
ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap melakukannya, itu lain
persoalan.”
Pendapat
yang sama, juga disampaikan oleh Prof. Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih
lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan, bahwa poligami sesuai dengan
syariat islam. Menurutnya, hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak
istri untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, yaitu ketika
sang suami berbuat semena-mena terhadap istrinya. Yang jelas istri
memperbolehkan suami dengan syarat adil. Syarat ini merupakan suatu
penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau
suami tidak berlaku adil kepada istri-istrinya, berarti dia tidak mu’asyarah
bil ma’ruf (bergaul dengan baik) kepada mereka.
Dr. Yusuf
Al-Qardhawi mengatakan, “Pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh barat pada
hari ini dengan segala bentuk perzinaan yang mereka lakukan, tidak lain adalah
salah satu bentuk poligami juga, meski tidak dalam bentuk formal. Atau dengan
kata lain, poligami liar.”
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami
Menurut Abu
Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk
melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan
syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini
beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan
poligami.
1.
Faktor-
Faktor Biologis
a. Istri yang Sakit
Adanya seorang istri yang
menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat
seksual suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih poligami dari pada energi
ke tempat–tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur
b. Hasrat
Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki
gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri
dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
c. Rutinitas
Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid,
kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat
menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar
menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika
suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya
mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami
bisa menjadi pilihannya.
d. Masa
Subur Kaum Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur
yang lebih lama dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui
banyak menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia
tersebut pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi
frigid.
2.
Faktor Internal Rumah Tangga
Menurut buku ‘Hitam Putih Poligami’, terdapat beberapa faktor
internal rumahtangga yang mendorong suami untuk berpoligami.
a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang
dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan , baik kemandulan yang terjadi pada
suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang
untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan
dilakukannya.
b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati
istrinya dalam keadaan serba terbatas , tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas
rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya,
lemah wawasan ilmu dan agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.maka
pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih
baik,bisa saja terjadi.dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan
berbahagia,karena akan ada wanita lainyang membantunya memecahkan persoalan
rumah tangganya,tanpa akan kehilangan cinta dan kasih saying suaminya.
c. Kepribadian yang Buruk
Istri yang tidak pandai
bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau
menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai
sang suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk
menikahi wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika
watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.
3.
Faktor Sosial
a. Banyaknya
Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU
tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak
52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah
57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu
merupakan usia siap nikah.
b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Jika saya mencoba melakukan
survei pada masalah kesiapan menikah, pasti para wanita akan lebih banyak
jumlahnya daripada jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di daerah-daerah
tertentu, wanita usia 14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan wanita yang
usianya 20 tahun merasa sudah terlambat menikah. Sebagian pendapat juga
mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan
hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika lebih
banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri harus
hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi,
melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.
c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling nyata yang
ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin
bertambahnya jumlah peremuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup
menjanda.lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi,memberi
perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya,jika mereka terus
menjanda?solusinya tida lain,kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka,atau
duda,atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri.itulah
solusi yang lebih mulia,halal dan baradab.
d. Lingkungan dan Tradisi
Lingkungan tempat saya hidup
dan beraktivitas sangat besar pengaruhnya dalam mempentuk karakter dan sikap
hidup seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami,
jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.
Sebaliknya ia akan bersikap
antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan
dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu
dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
e. Kemapanan
Ekonomi
Inilah salah satu motivator
poligami yang paling sering saya dapati pada kehidupan modern sekarang ini.
Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan
sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari
satu.
4.
Dampak Negatif Poligami Terhadap Kehidupan Rumah Tangga
Dampak poligami terhadap
kehidupan rumah tangga antara lain :
a. Ketidakharmonisan
hubungan anggota keluarga.
b. Sering
timbul permasalahan atau percek-cokan.
c. Tidak
adanya rasa saling pecaya.
d. Tidak
adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan isteri.
e. Kemungkinan
dapat menyebabkan perceraian.
5.
Dampak yang Umum Terjadi Terhadap Istri
Menurut buku
‘Agar Suami Tak Berpoligami’, dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi para
istri yang suaminya berpoligami adalah,
Dampak
psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan
suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi
kebutuhan biologis suaminya.
Dampak
ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada
beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam
prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan
menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak
memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual
maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun
begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.
Dampak
hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak
dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga
perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah
menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekwensinya suatu
perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
Dampak
kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi
rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus
HIV/AIDS.
6.
Dampak Negatif Poligami Terhadap Anak
Poligami
tidak hanya berdampak negative terhadap kehidupan rumah tangga dan isteri,namun
poligami juga berdampak negative terhadap anak,antara lain:
a.
Sang anak merasa tidak mendapatkan
perhatian dari orang tuanya.
b.
Anak menjadi frustasi melihat keadaan
orang tuanya.
c.
Anak mendapat tekanan mental.
d.
Adanya rasa benci kepada sang ayah.
e.
Dicemooh oleh teman-temannya.
f.
Anak tidak betah di rumah.
g.
Tidak menutup kemungkinan anak menjadi
melakukan perbuatan yang tidak baik.
h.
Anak mengikuti pergaulan yang negative.
i.
Anak tidak semangat belajar.
j.
Anak menjadi beranggapan negative terhadap orang tua.
E. Syarat Diperbolehkannya Poligami
Syarat yang
dituntut Islam dari seotrang muslim yang akan melakukan poligami adalah
keyakinan dirinya bahwa ia bisa berlaku adil di antara dua istri atau
istri-istrinya dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian , dan
nafkah. Barang siapa kurang yakin akan kemampuannya memenuhi hak-hak tersebut
dengan seadil-adilny, haramlah baginya menikah dengan lebih dari satu
perempuan. Allah SWT berfirman :
Beliau SWT juga bersabda,
“ Barang siapa mempunyai dua istri, sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara keduanya, maka pada hari kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu belahan tubuhnya yang terjatuh atau miring.”
Miring yang
diperingatkan dalam hadist ini adalah ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan
sekedar kecenderungan hati, karena yang disebut terakhir ini termasuk hal
yang susah dipenuhi, bahkan dimaklumi dan dimaafkan Allah Swt.
Menurut
beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka telah
menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenamya ialah monogami. Terdapat ayat
yang mengandungi ugutan serta peringatan agar tidak disalah gunakan poligami
itu di tempat-tempat yang tidak wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak
terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan
pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan
jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam
dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhuatirkan bahwa kebaikannya akan
dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi,
sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang diperbolehkan
kerana hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya
berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realiti keadaan masyarakat. Ini
bererti ia tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat Islam, demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan
nilai kaum Muslimin.
Oleh yang
demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut;
1.
Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisak ayat 3)
Ayat
di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu
berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi
kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
Pembatasan
ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak
berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri,
diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula
wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang
isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan
lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.
2.
Diharamkan bagi suami mengumpulkan
wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
Misalnya,
berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak
saudara baik sebelah ayah maupun ibu.
Tujuan
pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota
keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
“Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu.” (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa’i)
Seorang
sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau
memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik.
Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan
menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya
mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.
F. Disyaratkan pula berlaku adil,Sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
Dengan tegas
diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami.
Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri,
cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil,
cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun masih khuatir tidak boleh berlaku
adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.
Para
mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah
bererti hanya adil terhadap para isteri saja, tetapi mengandungi erti berlaku
adil secara mutlak. Oleh karena itu seorang suami hendaklah berlaku adil
sebagai berikut:
1)
Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu
sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu
tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap
berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang
demikian adalah tidak adil.
2)
Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak
mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa,
nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang
diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri
ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan
juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
3)
Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan
nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang
isterinya dengan alasan bahwa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya,
kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya
untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang
lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan
sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya
rawatan sebagai tambahan.
4)
Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah
sepakat mengatakan bahwa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang
tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan
suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri,
jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
5)
Adil dalam giliran,
Demikian juga, isteri
berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu
menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti
menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu
juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam
keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan
perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan ‘hubungan seks’
dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan
kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini
diterangkan Allah dengan firman-Nya;
G. Hikmah Diperbolehkannya Poligami
Islam adalah
kata akhir Allah yang dengannya ia menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena
itulah, ia juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru
dunia untuk semua zaman dan untuk semua umat manusia. Ia tidak membuat syariat
untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah
beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula
suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain. Ia telah mengukurkebutuhan
individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada
diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan
tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul,
berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu
diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding dengan
jumlah laki-laki:
1.
Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan
kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
2.
Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki
hidung belang yang diharamkan.
3.
Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang
mampu memberi nafkah dan berlaku baik.
Tidak
diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi
terbaik terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum
islam,
Kesimpulan :
Dari data-data
yang saya peroleh, baik dari buku, internet serta dari teman-teman yang saya
mintai pendapat, Saya dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya poligami
diperbolehkan oleh agama apabila tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku
adil terhadap istri-istrinya dan jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang. Namun
masyarakat masih beranggapan negatif kepada orang-orang yang berpoligami. Hal
ini terjadi karena masalah poligami masih tabu di masyarakat.
Saran :
Sebaiknya
masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan
poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas
untuk melakukan poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan
poligami apabila tidak dapat berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman
bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah pedih.
Nabi
bersabda, “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka
ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya.” (HR Tirmidzi dan Al
Hakim)
DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi, Yusuf.2007.Halal Haram Dalam Islam.Surakarta:Era Intermedia.
Abdillah, Abu Azzam.2007.Agar Suami Tak Berpoligami.Bandung: Ikomatuddin Press.
Aydi, Hasan.2007.Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan.Bandung: Alfa Beta.
Faqih, Khoyin Abu.2007.Poligami Solusi atau Masalah.Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat.
Gusmaian,Islah.2007.Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami.Jogjakarta:Putaka Marwa.
Hathaut, Hasan.2007.Panduan Seks Islami.Jakarta:Zahra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar